Suma.id: Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Lahat, Sumatra Selatan dinonaktifkan dari jabatannya, lantaran menuntut dua pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan pidana penjara 7 bulan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Lahat akhirnya memvonis para terdakwa dengan pidana penjara 10 bulan.
Tak hanya JPU, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat, Sumatera Selatan, Nilawati, bersama Kasi Pidum Kejari Lahat Frans Mona pun dicopot dari jabatannya karena dinilai tidak profesional. Para jaksa yang dinonaktifkan itu kini harus berurusan dengan jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM-Was).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, evaluasi bertingkat diambil sebagaimana imbauan yang sering disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Ketut mengatakan Kajari juga bertanggung jawab atas pengendalian perakra secara administratif.
“Bahwa yang akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, dan pokok kejaksaan jika ada suatu kesalahan yang sifatnya prinsip, itu dua tingkat di atasnya akan kena,” jelasnya saat dihubungi, Kamis, 12 Januari 2023.
Selain tidak profesional, jajaran jaksa Kejari Lahat itu dinilai tidak melaksanakan aturan hukum dan petunjuk-petunjuk teknis di internal kejaksaan terkait penuntutan, khususnya dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum).
“Korban itu traumatis seluruh hidup, sementara (jaksa) sense of crisis-nya enggak ada,” sambung Ketut.
Setelah dicopot sementara dari jabatan struktural, Ketut menerangkan bahwa para jaksa Kejari Lahat tersebut telah diperiksa oleh JAM-Was. Nantinya, hasil evaluasi JAM-Was akan menentukan hukuman terhadap mereka. Menurut Ketut, pencopotan jabatan struktural termasuk hukuman berat di internal kejaksaan.
Kemungkinan hukuman lainnya, yakni penurunan pangkat. Kejadian di Lahat diharapkan mampu menimbulkan efek jera bagi para jaksa lain seindonesia, khususnya para kajari. Sebab, penegakan disiplin dan aturan hukum internal sangat penting bagi kejaksaan.
“Dalam rangka ke depannya menjadi lebih baik,” pungkas Ketut.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menjelaskan, evaluasi dan eksaminasi wajib dilaksanakan untuk setiap perkara yang putusannya di pengadilan tidak sesuai dengan tuntutan jaksa maupun perkara yang menimbulkan reaksi dari publik.
Salah satu tujuannya, lanjut Barita, adalah menemukan pelanggaran SOP, dugaan perbuatan tercela, pelanggaran disiplin, pelanggaran kode etik, maupun penyalahgunaan wewenang. Jika ditemukan, maka proses selanjutnya ditangani oleh JAM-Was.
“Untuk ditindaklanjuti dengan inspeksi kasus dan penjatuhan hukuman disiplin,” terang Barita.
“Termasuk atasan dari pejabat yang terperiksa hingga dua tingkat di atasnya, apakah telah melakukan tugasnya secara profesional, akuntabel, dan cermat sesuai pedoman,” tandasnya.