Suma.id: Selain menampilkan aksi para atlet berlomba di ASEAN Paragames 2022, Stadion Manahan Solo juga disemarakkan dengan kehadiran beragam stan yang menjual kerajinan tangan. Salah satu yang menarik perhatian pengunjung adalah stan Sekolah Luar Biasa (SLB) Mandiri Putra yang berasal dari Jumapolo Karanganyar.
Stan tersebut menjual mug, pouch, kaus dan totebag dengan desain gambar unik hasil karya anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah Mandiri Putra.
“Ini semua produk vokasional kerajian dari anak berkebutuhan khusus. Jadi yang kami tampilkan adalah karya coretan gambar dari anak autis, down syndrome, tuna rungu, tuna daksa,” ujar Fajar Riyanto, kepala sekolah SLB Mandiri Putra, yang ditemui di area pameran produk di Stadion Manahan Solo.
Lokasi pameran berbagai produk tersebut persis berada di area lingkar luar Stadion Manahan, di seberang GOR Fakultas Olahraga Universitas Sebelas Maret, dan kolam renang Tirtomoyo. Selain diikuti beragam UMKM, sejumlah brand dan BUMN juga berpartisipasi menjadi peserta.
Stan SLB Mandiri Putra merupakan satu-satunya stan suvenir dari lembaga pendidikan yang menjadi peserta di event itu. Mereka menjual produk dengan brand Daun yang artinya Dari Anak ABK untuk Negeri.
“Daun menjadi suvenir resmi. Satu-satunya sekolah di Indonesia yang terpilih, selebihnya di sini UMKM profesional. Ada seleksinya, dikurasi produknya dinilai keunikannya, apakah bisa dijual, dan mengangkat nilai kekhususan anak,” papar Fajar.
Keunikan produk Daun dari SLB Putra Mandiri ini yaitu semua gambarnya asli hasil karya murid sekolah itu tanpa sentuhan editing. Ini membuat gambar-gambar pada produk menjadi otentik dan memiliki beragam ekspresi.
Menurut Fajar, setiap gambar memiliki cerita. Salah satunya gambar abstrak berbentuk lingkaran-lingkaran yang seperti wajah manusia. Itu adalah gambaran seorang anak didiknya ketika sedang merasa tidak nyaman.
“Menurut cerita dari gurunya, pada saat melukis pagi, terekspresikan gambar seperti orang marah, dengan warna merah tegas. Setelah disampaikan kepada ibunya bahwa ‘ada emosi sedikit’ dari si anak, ternyata sang ibu menceritakan bahwa dia belum sarapan,” kisah Fajar.
Setiap produk yang berdesain hasil coretan anak-anak itu disematkan nama pembuatnya. Seperti desain abstrak yang diceritakan Fajar itu, desainnya merupakan karya anak bernama Aprilia penyandang down syndrome berusia 8 tahun. “Itu karya best seller di sini,” ujar Fajar.
Satu karya yang cukup diminati pengunjung juga dibuat oleh seorang anak penyandang autisme. Gambarnya sederhana berupa planet-planet dan telah habis terjual.
Kemudian ada lagi desain karakter Upin-Ipin. Anak yang membuatnya sedang dalam keadaan ceria, karena dia senang karakter kartun itu. “Ekspresi berbeda-beda,” ujarnya.
Produk Daun yang dibawa di acara pameran UMKM di Stadion Manahan ini sebanyak 35 desain gambar. Proses pembuatan produknya pun cukup sederhana. Anak-anak menggambar di selembar kertas dengan krayon warna. Kemudian gambar itu dialih digitalkan. Setelah itu dicetak dan diaplikasikan ke produk.
“Jadi teknik sablonnya, gambar itu disetrika ke permukaan produk, oleh anak-anak sendiri,” papar Fajar.
Ia bekerja sama dengan UMKM lain untuk pembuatan tasnya, sedangkan desain murni dari hasil karya anak-anak di SLB Putra Mandiri.
Harganya, untuk tas totebag berwarna putih ukuran 30×40, dijual Rp30 ribu. Sedangkan untuk tas dengan bahan berwarna dijual Rp40 ribu. Ada juga yang digambar langsung secara manual di produknya. Untuk ini produk dibanderol Rp100 ribu.
“Seperti sebuah tas dengan gambar Rajamala, maskot ASEAN Paragames 2022. Proses melukisnya tiga hari,” ungkap Fajar.
Selain bisa dibeli di stan, peminat juga bisa mendapatkan produk Daun, di lokapasar Tokopedia, di akun toko @Daun – SLB Mandiri Putra.
“Harapan kami dari adanya penjualan ini sedikit-sedikit bisa menabung. Nanti bisa menggambarnya pakai ipad. Ya ini masih panjang progresnya. Tetapi tujuan utama kami memang bukan untuk penjualan namun menggali sudut pandang orang untuk memberi inspirasi,” kata Fajar.
Menurutnya, banyak pengunjung yang tersentuh melihat karya-karya ABK Mandiri Putra sehingga menyadari bahwa karya anak-anak itu unik. Yang selama ini hanya dibuang, ternyata bernilai seni.
“Kami punya guru seni menggambar, dan memang sudut pandang seni kan ternyata berbeda ya. Seperti gambar orang marah itu,” ucap Fajar.
Gambar anak-anak berkebutuhan khusus ini sebenarnya merupakan hasil dari program vokasional SLB Mandiri Putra yang rutin diadakan enam bulan sekali. Sebab itu produk dari Daun, akan berganti setiap enam bulan sekali.
Mengenai objek gambarnya, anak-anak itu diberi kebebasan. “Ini tugas sekolah. Tetapi kami tidak mengarahkan, mereka harus menggambar apa,” katanya.
SLB Putra Mandiri sendiri memiliki 45 murid dengan jenjang SD, SMP dan SMA. Sekolah ini fokus untuk melatih kemandirian terlebih dulu. “Agar mandiri kreatif, produktif dan berdaya saing,” jelasnya.
Hasil memang bukan tujuan utama menurut Fajar, melainkan prosesnya. Itu sebabnya produk kaus dengan cetakan yang kurang sempurna tetap