Suma.id: Cuaca ekstrem akhir-akhir ini membuat nelayan asal Sumatra Selatan memilih tak melaut dan banyak beraktivitas di dararatan akhir-akhir ini.
Salah seorang nelayan asal Palembang, Aning, mengatakan gelombang tinggi hingga 5 meter di perairan Natuna, Kepulauan Riau, terkadang sudah terjadi sejak November.
“Padahal sebelumnya gelombang tinggi pengaruh angin barat itu terjadi hanya tiga bulan dari mulai Desember sampai Februari,” kata Aning di Gudang Ikan Palembang, Rabu, 12 Januari 2022.
Dia menjelaskan kondisi ini membuat sebagian anak buah kapal asal Jawa memilih pulang kampung dan sebagian lagi menetap di Palembang untuk menjaga atau memperbaiki kapal.
Ada pula dari nelayan itu beralih bekerja di kapal-kapal ikan yang beroperasi di perairan Papua karena gelombang laut di sana relatif tidak setinggi di Natuna.
“Aktivitas selama menunggu ini, paling diisi dengan memperbaiki kapal, jaring, memompa air supaya kapal tak tenggelam, ya seperti itu rutinitasnya,” jelasnya.
Sementara, Aziz (64), nelayan asal Sungsang, Banyuasin, mengeluhkan kurangnya tangkapan ikan sejak sepuluh tahun terakhir sehingga memaksanya harus berlayar hingga ke Kepulauan Riau.
Namun upaya itu pun sulit karena gelombang laut yang demikian tinggi bukan hanya di saat musim angin barat.
“Jika hanya berlayar ke perbatasan Bangka, jumlah tangkapan sudah sangat sedikit, jadi saya dan teman-teman ke Kepulauan Riau, mau tidak mau,” jelas Aziz.
Aziz mulai menjadi nelayan pada puluhan tahun silam. Saat ini ia memiliki kapal berkapasitas 5 GT yang digunakan bersama empat rekannya. Setiap keuntungan yang didapat dari penjualan ikan akan dibagi rata setelah dikurangi biaya produksi.