Suma.id: Bandara Kabul pada Kamis, 9 September 2021, memberangkatkan penerbangan komersial internasional pertama sejak kekacauan pengangkutan udara oleh negara-negara Barat pada Agustus lalu pascapengalihan kekuasaan.
Penerbangan itu menandai langkah penting dalam upaya Taliban untuk mengembalikan keadaan normal di negara itu setelah mereka merebut kekuasaan pada Agustus.
Utusan Khusus PBB untuk Afghanistan Deborah Lyons mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Afghanistan, jika tidak mendapatkan pemasukan dana, berada dalam bahaya “kehancuran total ekonomi dan tatanan sosial”.
Dia juga mengatakan makin banyak laporan bahwa Taliban kembali memberlakukan pembatasan pada wanita, seperti yang mereka lakukan ketika mereka memerintah dari 1996 hingga 2001.
Pembatasan itu berlangsung meskipun ada janji oleh para pemimpin untuk menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan syariah, atau hukum Islam.
Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, yang berkunjung ke Islamabad, berterima kasih kepada para pemimpin Taliban karena membantu membuka kembali bandara.
Sekitar 113 orang berada di dalam penerbangan ke Doha yang dioperasikan oleh Qatar Airways milik negara, kata para pejabat.
Para penumpang termasuk warga negara Amerika Serikat, Kanada, Ukraina, Jerman, dan Inggris, kata seorang sumber yang mengetahui penerbangan tersebut.
AS menolak menyebutkan jumlah warganya yang berada di pesawat tersebut, namun mengatakan 30 warga negara dan penduduk tetap AS diundang untuk ikut penerbangan itu –tetapi tidak semua menerima tawaran tersebut.
Seorang sumber mengatakan para penumpang dibawa ke bandara Kabul dalam konvoi yang dilaksanakan oleh Qatar setelah perjalanan aman disetujui.
Penerbangan internasional telah terbang masuk dan keluar dalam beberapa hari terakhir untuk membawa para pejabat, teknisi, dan bantuan.
Namun, pesawat yang berangkat pada Kamis, 9 September, adalah penerbangan sipil pertama pascaevakuasi yang kacau balau pada 124.000 orang asing dan warga Afghanistan yang berisiko setelah kendali Ibu Kota Kabul direbut oleh Taliban pada 15 Agustus.
Utusan khusus Qatar, Mutlaq bin Majed al-Qahtani, menggambarkan penerbangan Kamis sebagai penerbangan reguler dan bukan evakuasi. Juga akan ada penerbangan pada Jumat 10 September 2021, katanya.
“Mudah-mudahan, kehidupan menjadi normal di Afghanistan,” kata al-Qahtani dari landasan bandara, dikutip Al Jazeera.
PBB memperingatkan bahwa pembekuan aset Afghanistan di luar negeri senilai sekitar 10 miliar dolar AS (sekitar Rp145 triliun) –untuk menjauhkannya dari tangan Taliban– akan menyebabkan “kemerosotan ekonomi yang parah” dan dapat mendorong jutaan lagi warga Afghanistan ke dalam kemiskinan dan kelaparan.
Tanpa lebih banyak dana untuk negara itu, krisis dapat membuat Afghanistan mundur selama beberapa generasi, kata Lyons.
“Perekonomian harus dibiarkan bernapas selama beberapa bulan lagi, memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang berbeda kali ini, terutama dari perspektif hak asasi manusia, gender, dan kontraterorisme,” kata Lyons kepada Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara itu.
Pemerintahan Taliban sebelumnya digulingkan oleh invasi pimpinan AS setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, yang didalangi oleh para pemimpin Al Qaida yang berbasis di Afghanistan.
Barat memandang aset Afghanistan di luar negeri sebagai tuas kunci untuk menekan Taliban. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden tidak memiliki rencana untuk melepaskan miliaran emas Afghanistan, investasi, dan cadangan mata uang asing yang telah dibekukan. (ANT)