SUMA.ID – Menurut Abdul Fickar Hadjar, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, pelaku pembunuhan dan pemerkosaan terhadap siswi SMP berusia 13 tahun di Palembang, Sulawesi Selatan, tidak dapat dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Hal ini disebabkan oleh status mereka sebagai anak di bawah umur.
Fickar menjelaskan bahwa hukum pidana tidak memperkenankan hukuman seumur hidup atau hukuman mati untuk anak-anak. “Di peradilan anak, hukuman seumur hidup atau hukuman mati tidak ada,” ungkapnya saat diwawancarai hari ini.
Perbedaan utama antara anak-anak dan orang dewasa dalam sistem hukum adalah adanya pengecualian khusus untuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Terdapat tiga pengecualian utama: pertama, persidangan dilakukan secara tertutup hanya dihadiri oleh orang tua dan saksi. Kedua, hukuman maksimal 20 tahun penjara dapat dikurangi menjadi 10 tahun. Hukuman yang dijatuhkan kepada anak-anak harus separuh dari hukuman yang seharusnya dikenakan kepada orang dewasa.
Dalam kasus ini, ada empat pelaku yang terlibat dalam pembunuhan dan pemerkosaan terhadap pelajar SMK. Keempat pelaku tersebut adalah MZ (13), MS (12), AS (12), yang merupakan siswa SMP, dan IS (16) yang merupakan pelajar SMA di Palembang.
Tiga pelaku selain IS tidak ditahan, melainkan diserahkan ke panti rehabilitasi di Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, menjelaskan bahwa undang-undang melindungi mereka dari penahanan terpisah karena usia dan status mereka sebagai anak-anak.
“Kami akan membina ketiga pelaku sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 32 yang mengatur mengenai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Pertimbangan keselamatan jiwa juga menjadi faktor dalam keputusan kami,” tambah Harryo. (Yon/P-2)