Suma.id: Pembangunan jalan tol Trans Sumatra yang membentang dari ujung Provinsi Lampung hingga ke Nangroe Aceh Darusalam (NAD) terus berlanjut. PT Hutama Karya (Persero) juga memastikan pembangunan dan operasional jalan tol Trans Sumatra atau JTTS tidak merusak atau ramah terhadap ekosistem.
Direktur Operasi III Hutama Karya, Koentjoro, menyampaikan bahwa selain memiliki progres yang signifikan, Hutama Karya memastikan dalam pembangunan hingga pengoperasian JTTS, perusahaan telah melakukan berbagai kajian dan analisis dampak kehadiran JTTS bagi lingkungan dan masyarakat, sehingga mitigasi risiko dapat dilakukan sejak awal.
“Pembangunan dan pengoperasian JTTS kami pastikan tidak merusak ekosistem. Kami sudah hitung AMDAL-nya, dan seperti yang disampaikan oleh Pak Presiden bahwa kehadirannya membawa banyak dampak dan manfaat bagi masyarakat khususnya di Sumatra,” ujar Koentjoro, dikutip dari Antara, Rabu, 18 Agustus 2021.
Komponen lingkungan baik fisik maupun kimia sering timbul sebagai dampak potensial dalam tahapan konstruksi pembangunan jalan tol. Dampak potensial yang timbul di antaranya penurunan kualitas air permukaan, penurunan kualitas udara hingga perubahan bentang alam. Hal tersebut pada dasarnya telah menjadi perhatian Hutama Karya saat melakukan proses kajian sebelum tahap konstruksi dimulai.
Koentjoro menyampaikan beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi timbulnya permasalahan tersebut yakni penggunaan alat berat, kendaraan dan mesin pendukung yang layak pakai serta terkontrol emisinya, memindahkan drainase existing/membuat drainase sementara untuk mengganti drainase existing selama pekerjaan tanah berlangsung, perencanaan dan pelaksanaan cut and fill (menguruk tanah) sesuai dengan prosedur yang berlaku mengacu pada SNI dan standar teknis, melakukan penanganan permukaan yang miring dengan perkerasan atau penanaman rumput.
Tak hanya itu, upaya pengelolaan lingkungan juga dilakukan Hutama Karya melalui pendekatan teknologi yang mengikuti perkembangan ilmu dan sesuai dengan sifat dampak yang timbul akibat pembangunan jalan tol di masing-masing ruas JTTS. Pendekatan ini diharapkan mampu mencegah, meminimalisir, dan memperbaiki kerusakan serta menanggulangi pemborosan sumber daya alam.
“Upaya-upaya tersebut di antaranya yakni pada tahap persiapan lahan, Hutama Karya melakukan pematangan lahan secara matang pada area yang terkait dengan irigasi, sehingga fungsi irigasi tidak terputus total, menyediakan kolam-kolam yang berfungsi sebagai penyerap sedimen (sand trap) untuk meminimalisir laju sedimentasi yang berasal dari jalan yang disiapkan untuk jalan tol. Sedangkan pada tahap konstruksi Hutama Karya melakukan pemilihan metode aplikasi tiang pancang (bore pile) dalam membangun jembatan penghubung untuk meminimalisir tingkat kebisingan dan timbulnya efek pergerakan tanah yang besar,” kata Koentjoro.
Hutama Karya terus melanjutkan penugasan dari Pemerintah Indonesia untuk membangun JTTS. JTTS merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatra, kemudian Perpres tersebut disempurnakan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatra.
Berdasarkan kedua Perpres tersebut, Hutama Karya mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk membangun JTTS yang meliputi pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan, dalam rangka pengembangan kawasan di Pulau Sumatra.