SUMA.ID – Sony terus mengejar ambisi di pasar game live service meskipun menghadapi kegagalan Concord dan penundaan Fairgames. Melalui restrukturisasi, perekrutan talenta berpengalaman, dan fokus pada kualitas, Sony berupaya membuktikan kemampuan mereka di ranah game online yang kompetitif.
Kegagalan Concord dan Penundaan Fairgames
Sony tetap berkomitmen pada pengembangan game live service, meski perjalanan ini penuh tantangan. Menurut CFO Sony, Lin Tao, transisi ke model live service “belum sepenuhnya mulus” namun tetap menjadi bagian krusial dari strategi jangka panjang perusahaan.
Salah satu contoh kegagalan adalah Concord, game yang dikembangkan oleh Firewalk Studios. Diluncurkan pada 23 Agustus 2024, game ini hanya bertahan dua minggu sebelum ditarik dari peredaran karena kurang diminati pemain. Di platform Steam, Concord hanya mencatat sekitar 700 pemain secara bersamaan, dan Sony akhirnya mengembalikan dana penuh kepada semua pembeli.
Selain Concord, proyek lain seperti Fairgames, sebuah game PvP bergaya heist sandbox dari Haven Studios, juga mengalami penundaan. Penundaan ini dipicu oleh respons negatif dari pengujian eksternal serta kepergian pendiri studio, Jade Raymond. Beberapa proyek live service lainnya, termasuk Horizon MMO, mode multipemain God of War, serta inisiatif dari Bend Studios dan Bluepoint Games, bahkan dibatalkan.
Keyakinan Sony pada Potensi Live Service
Meskipun menghadapi sejumlah kemunduran, Sony tetap yakin dengan potensi game live service. Lin Tao mengungkapkan bahwa game live service menyumbang sekitar 40% pendapatan game first-party pada kuartal pertama, dengan proyeksi kontribusi tahunan sebesar 20–30%. Keberhasilan game seperti Helldivers 2, Destiny 2, MLB The Show, dan Gran Turismo 7 menjadi bukti bahwa model ini bisa berhasil jika dieksekusi dengan baik.
Strategi Baru: Membentuk Studio Khusus
Untuk memperkuat posisinya, Sony mendirikan studio baru bernama Team LFG, yang berfokus pada pengembangan dunia multipemain yang imersif. Studio ini diperkuat oleh talenta dari pengembang ternama seperti Bungie, Riot Games, serta kreator di balik Halo dan Fortnite. Dengan langkah ini, Sony berharap dapat menciptakan game live service yang mampu memikat hati pemain dan menghindari kegagalan seperti Concord.
Peluang dan Risiko Game Live Service
Model live service menawarkan peluang pendapatan berkelanjutan dan keterlibatan pemain yang lebih lama. Namun, pasar yang sudah jenuh dan biaya pengembangan yang tinggi membuat pendekatan ini berisiko. Harold Ryan, mantan CEO Bungie, menegaskan bahwa model live service tidak selalu cocok untuk setiap jenis game.
Kesimpulan
Kegagalan Concord dan penundaan Fairgames tidak menyurutkan ambisi Sony di ranah game live service. Dengan strategi baru yang mencakup restrukturisasi, perekrutan talenta terbaik, dan fokus pada pengembangan berkualitas, Sony bertekad untuk meraih kesuksesan di pasar game online yang penuh persaingan.