SUMA.ID– Musisi legendaris Enteng Tanamal merayakan ulang tahunnya yang ke-81 sekaligus meluncurkan buku biografi yang mengisahkan perjalanan panjangnya di dunia musik Indonesia. Buku ini tidak hanya menceritakan karier bermusiknya, tetapi juga mengupas tuntas isu pengelolaan royalti musik di Indonesia, sebuah topik yang menjadi perhatiannya sejak awal berkarier.
Fokus pada Tata Kelola Royalti Musik
Enteng Tanamal, yang dikenal sebagai pendiri KCI (Lembaga Manajemen Kolektif) pertama di Indonesia, menyoroti pentingnya edukasi royalti bagi musisi muda. Dalam bukunya, ia berbagi pengalaman nyata tentang pengelolaan royalti, bukan sekadar teori.
“Buku ini bukan hanya tentang perjalanan musik saya, tetapi juga panduan praktis untuk mengelola royalti berdasarkan realitas di lapangan. Banyak masalah royalti muncul karena adanya kesenjangan antara pencipta lagu, penyanyi, dan pemusik,” ungkap Enteng di Jakarta.
Ia menyoroti kondisi memprihatinkan para pencipta lagu senior di Indonesia, yang sering kali tidak mendapatkan hak royalti yang layak. “Banyak pencipta lagu senior, bahkan yang sudah meninggal, berharap royalti ini bisa membantu kehidupan mereka atau ahli waris. Musisi muda yang sedang populer mungkin belum merasakan urgensinya, tapi bagi yang sudah sepuh, royalti sangat penting,” tambahnya.
Enteng berharap bukunya dapat mendorong perbaikan sistem royalti di Indonesia, menggugah para pemangku kepentingan untuk menciptakan tata kelola yang lebih adil.
Ketimpangan Royalti di Masa Lalu
Menurut Enteng, dulu pencipta lagu hanya mendapat bayaran Rp25.000 per lagu secara jual putus. Setelah itu, mereka tidak lagi mendapatkan keuntungan apa pun, meskipun lagunya sukses besar. Sebaliknya, pemusik atau penyanyi bisa meraup ratusan ribu hingga jutaan rupiah jika lagu tersebut meledak di pasaran.
“Buku ini diharapkan menjadi panduan untuk memperbaiki pengelolaan royalti musik di Indonesia, berdasarkan fakta dan pengalaman, bukan sekadar wacana,” jelasnya.
Peran Enteng dalam Karier Kris Dayanti
Peluncuran buku ini turut dihadiri oleh diva Indonesia, Kris Dayanti, yang mengenang jasa besar Enteng dalam kariernya. Kris menceritakan bagaimana Enteng membantu langkah awalnya di dunia musik, termasuk saat mengikuti ajang Asia Bagus di Singapura.
“Saat itu, Om Enteng yang membantu saya membuat paspor untuk pertama kalinya karena saya harus ke luar negeri. Beliau juga menjadi juri mewakili Indonesia di Asia Bagus, dan saya berhasil menang dengan membawakan lagu ‘Learning From Love’ ciptaan Tengku Malinda,” kenang Kris.
Dukungan dari Komunitas Musik
Acara peluncuran buku dan perayaan ulang tahun Enteng dihadiri oleh sejumlah musisi ternama, seperti Nia Daniati, Ermy Kulit, Vonny Sumlang, Andre Hehanusa, Obbie Mesakh, Candra Darusman, Dwikki Dharmawan, Lisa A Riyanto, dan Reynold Panggabean. Kehadiran mereka menunjukkan penghormatan terhadap kontribusi Enteng di industri musik Indonesia.
Relevansi di Era Digital
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang juga hadir, menegaskan bahwa buku ini hadir di saat yang tepat. “Dunia musik berubah cepat karena digitalisasi. Aturan harus menyesuaikan agar kita tidak terjebak menggunakan pola lama untuk menghadapi masa depan,” ujarnya.
Mengapa Buku Ini Penting?
Buku biografi Enteng Tanamal bukan sekadar kisah hidup seorang musisi, tetapi juga dokumen berharga yang menggambarkan sejarah KCI dan perjuangan untuk royalti yang adil. Buku ini menjadi sumber inspirasi sekaligus panduan bagi musisi, pencipta lagu, dan pemangku kepentingan untuk memperbaiki ekosistem musik Indonesia.
Baca Juga:
Acara Negara Gunakan Musik, Pendiri KCI: Royalti Belum Pernah Dibayar Pemerintah
Dengan peluncuran buku ini, Enteng Tanamal tidak hanya merayakan perjalanan panjangnya di dunia musik, tetapi juga meninggalkan warisan berupa edukasi dan advokasi untuk masa depan industri musik Indonesia.
 
	    	 
					














