Suma.id: Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir, diminta menjelaskan perihal kepengurusan hak guna usaha (HGU) saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Antikorupsi menduga terjadi suap dalam kepengurusan HGU yang melibatkan perusahaan sawit PT Adimulia Agrolestari (AA).
“Dikonfirmasi antara lain terkait dengan mekanisme dan prosedur pengurusan HGU, yang salah satunya pengurusan HGU oleh PT AA yang diduga ada aliran dana,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 17 Desember 2021.
Syahrir diperiksa terkait kasus dugaan suap perpanjangan izin HGU sawit di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Dia diperiksa untuk tersangka Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra pada Kamis, 16 Desember 2021.
Kasus ini bermula saat General Manager PT AA Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.