Suma.id: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut bencana tanah longsor yang terjadi di Serasan, Natuna pada 6 Maret 2023 merupakan bencana terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Pasalnya, bencana itu mengakibatkan 54 orang meninggal dunia.
“Saat ini ada 46 orang yang dinyatakan meninggal dan masih ada 8 orang yang hilang. Jika total 54 orang ini asumsinya sudah meninggal semua, ini adalah salah satu bencana longsor terburuk yang pernah terjadi dari sisi korban jiwa dalam satu event. Karena lebih dari 50 orang, ini paling buruk dalam sejarah kita,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi BNPB Abdul Muhari dalam acara Disaster Briefing, Senin, 13 Maret 2023.
Ia mengungkapkan, padahal dalam catatan kejadian bencana, Natuna bukanlah wilayah yang memiliki intensitas kejadian bencana hidrometeorologi basah yang tinggi. Justru yang banyak terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Namun demikian, fenomena atmosfer yang bermaa Borneo Vortex, menyebabkan wilayah tersebut terus diguyur hujan dengan intensitas ekstrem sejak 26 Februari 2023 hingga 5 Maret 2023.
“Intesitas hujan tanggal 1 dan 2 Maret bahkan mencapai 1.000 milimeter. Ini sangat luar biasa. Hujan 4 bulan tumpah dalam satu hari. Ini yang kemudian menjadi faktor utama terjadinya longsor tadi,” ucap dia.
Di sisi lain, wilayah Serasan juga memiliki karakteristik geologis tanah lempung. Artinya, saat terjadi hukan, air tidak bisa menyerap langsung ke tanah, tapi justru air dari atas bukit turun melimpah ke bawah.
“Tanah lempung ini memang sangat banyak di Indonesia. Jadi untuk antisipasinya hrus ada penguatan lereng, dan ada drainase di permukaan yang cukup mampu menahan debit air yang turun,” jelas dia.
Mengenai banyaknya korban jiwa yang meninggal dalam bencana itu, Abdul membeberkan padahal dari kerugian materiil, jumlah rumah yang terdampak longsor hanya sebanyak 27. Namun, saat kejadian longsor, banyak masyarakat yang tengah bekerja bakti, membersihkan tanah lempung itu dari sisa hujan beberapa hari lalu.
“Jadi pukul 6 di sana cuaca cerah. Masyarakat kerja bakti membersihkan lumpur itu. Lalu tengah hari longsor terjadi. Jadi banyaknya korban ini bukan hanya dari masyarakat sekitar yang tertimbun. Tapi juga yang sedang melakukan kerja bakti,” katanya.
Abdul mengingatkan kepada masyarakat agar memahami kondisi dan gejala alam dari satu kejadian. Agar saat bencana terjadi, masyarakat tidak menjadi korban. Dalam kasus longsor di Natuna, beberapa tanda yang sudah terlihat di antaranya ialah hujan dengan intensitas ekstrem dalam beberapa hari terakhir, dan adanya rembesan air dari tebing. Jika sudah terjadi rembesan air, maka kejadian tanah longsor bisa terjadi dalam hitungan menit.
“Kawasan ini sudah dilanda dua pertanda itu. Jadi sangat penting bagi masayrakat untuk memahami kondisi dan gejala alam dari suatu kejadian untuk membaca potensi bencaa,” ucap dia. (MI)