Suma.id: Pengemudi becak di New Delhi, India, Bhajan Lal mengeluhkan mata perih, batuk tak henti, bahkan penyakit paru-paru kronis. Lal menarik becak di sejumlah jalan yang kacau dan udara beracun.
Dilansir dari AFP, Jumat, 19 November 2021, Lal mengangkut penumpang di sepanjang jalan bergelombang menuju kuil, pasar, dan kantor selama tiga dekade terakhir. Ia bekerja setiap hari selama bulan-bulan musim dingin, saat kabut asap beracun menyelimuti kota seluas 42.7 kilometer persegi tersebut.
“Polusi menyebabkan banyak masalah pada tenggorokan saya. Mataku perih. Paru-paruku terpengaruh, yang menyebabkan masalah pernapasan. Lendir menumpuk dan terkumpul di dadaku,” kata pria berusia 58 tahun itu setelah menghabiskan pagi di kursi pengemudi roda tiga bermotornya.
New Delhi secara konsisten menduduki peringkat ibu kota terburuk di dunia untuk kualitas udara. Selain itu, menjadi kota yang paling tercemar setiap harinya, kabut asap dapat mengurangi jarak pandang di jalan hingga hampir 50 meter.
Pekan lalu di New Delhi, polutan PM2.5 yang merupakan mikropartikel paling berbahaya bagi kesehatan manusia dan dapat masuk ke aliran darah melalui paru-paru dilaporkan mencapai lebih dari 30 kali batas harian maksimum yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Saya merasa sangat kasihan melihat anak-anak dan kesehatan mereka. Mereka sudah mulai sakit,” ucap Lal.
Bisnis Lal disebut terganggu. Ia terkadang mengemudi di jalan sepanjang hari tanpa menemukan penumpang, yang lebih suka membayar ekstra untuk duduk dalam perjalanan mereka di dalam taksi.
Dampak kesehatan dengan sangat parah diketahui melanda mereka yang tidak memiliki kemewahan untuk melarikan diri dari udara mencekik.
AFP pun menemani Lal ke pemeriksaan dokter. Ia didiagnosis menderita penyakit paru obstruktif kronis, suatu kondisi progresif yang secara bertahap membatasi aliran udara ke tubuh.
“Jika dia tidak minum obat biasa sekarang, dia akan masuk ke keadaan di mana saluran udara akan menyempit dan menyempit, dan semakin memburuk,” pungkas dokter Lal, Vivek Nangia.
Emisi pabrik, knalpot kendaraan, dan kebakaran lahan pertanian di sejumlah negara tetangga bergabung untuk membuat kota yang berpenduduk 20 juta orang tersebut berada dalam lapisan kabut kuning-abu-abu, menjelang akhir tahun.
Berbagai upaya, sedikit demi sedikit guna mengurangi kabut asap kian dilakukan. Namun, kampanye publik yang mendorong pengemudi untuk mematikan mesin mereka di lampu lalu lintas disebut gagal memberikan dampak. (MI)