Suma.id: Meyedlidiki situasi di Afganistan setelah Taliban berkuasa, Dewan Hak Asasi Manusia PBB sepakat menunjuk seorang pelapor khusus di Afghanistan. Pelapor khusus ini akan menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Taliban dan pihak lain dalam konflik di negara ini.
Dalam mengadopsi resolusi yang diajukan oleh Uni Eropa (UE), forum tersebut mengisyaratkan bahwa mereka akan terus menyoroti Afghanistan. Terutama pada hak-hak perempuan dan etnis minoritas yang hidup di bawah kekuasaan Taliban.
Tetapi para aktivis menyesalkan bahwa resolusi itu gagal memenuhi misi pencarian fakta yang mereka cari untuk mendokumentasikan laporan pembunuhan yang ditargetkan oleh Taliban dan pembatasan mereka terhadap perempuan dan kebebasan berbicara.
Pemungutan suara itu diakhiri dengan 28 negara mendukung. Sementara lima -,termasuk Tiongkok, Pakistan dan Rusia,- menentang dan 14 abstain di forum negara beranggotakan 47 orang itu.
Dalam sebuah pernyataan, UE mengatakan bahwa resolusinya mengirimkan sinyal kuat bahwa komunitas internasional akan terus mendukung rakyat Afghanistan.
“Pelapor khusus akan mulai bekerja pada bulan Maret dan didukung oleh para ahli PBB dalam analisis hukum, forensik dan hak-hak perempuan,” menurut resolusi Uni Eropa, seperti dikutip AFP, Jumat 8 Oktober 2021.
Komisaris Tinggi PBB Michelle Bachelet sudah mendapat mandat dari Dewan untuk memantau situasi di Afghanistan hingga Maret, yang berasal dari resolusi yang dibawa Pakistan atas nama Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pada Agustus.
Duta Besar Pakistan Khalil ur Rahman Hashmi mengatakan pada Kamis bahwa negaranya tidak dapat mendukung pembentukan pelapor khusus yang ‘tidak perlu duplikasi’.
Sementara diplomat Tiongkok Jiang Duan mengatakan bahwa resolusi Uni Eropa memiliki ‘cacat serius’. “Amerika Serikat adalah pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Afghanistan selama dua dekade terakhir,” katanya.
Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International mengatakan bahwa “mengingat beratnya krisis hak asasi manusia yang menyelimuti Afghanistan”, resolusi terbaru gagal.
“Mekanisme investigasi internasional yang independen, dengan kekuatan untuk mendokumentasikan dan mengumpulkan bukti untuk penuntutan di masa depan, sangat penting untuk memastikan keadilan, kebenaran, dan reparasi atas kejahatan di bawah hukum internasional dan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang dilakukan,” pungkasnya dalam sebuah pernyataan. (MEDCOM)