Suma.id: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memproyeksi pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,15-5,56 persen secara tahunan pada 2023.
“Kami yakin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai di atas lima persen, bisa lebih tinggi lagi kalau pemerintah bekerja keras. Tapi ada juga faktor global yang perlu diantisipasi,” kata Hariyadi dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia, Senin, 5 Desember 2022.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang terendah dan tertinggi berjarak cukup jauh karena ketidakpastian ekonomi global masih tinggi, tetapi ia meyakini ekonomi nasional akan tumbuh di atas lima persen.
Ia memperkirakan permintaan terhadap barang-barang di luar pangan akan mengalami penurunan yang cukup besar, seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur sehingga omzet pelaku usaha di sektor ini juga berpotensi menurun.
Adapun per Oktober 2022 sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki tercatat telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 79 ribu pekerja di Jawa Barat.
Menurutnya, pemerintah harus membuat aturan yang lebih fleksibel, termasuk dengan mengizinkan pengurangan jam kerja dan pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Ini dilonggarkan dulu sampai situasi menjadi lebih baik untuk sektor yang tadi disebutkan,” ucapnya.
Di sisi lain, perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa juga perlu dipercepat penyelesaiannya untuk meraih peluang di tengah risiko resesi negara-negara di Eropa.
“Kita punya potensi masuk ke Eropa di tengah resesi mereka. Karena konsumen Eropa sudah tidak ingin mengkonsumsi produk negara yang dianggap melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) seperti Myanmar dan Bangladesh, tapi Indonesia masih dianggap baik,” jelasnya.
Perbanyak Investasi Padat Karya
Hariyadi menyebut Indonesia perlu menyerap lebih banyak investasi padat karya atau investasi yang akan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Menurutnya, serapan tenaga kerja oleh investasi yang masuk ke Indonesia terus mengalami penurunan dimana pada 2013 setiap Rp1 triliun investasi yang masuk menyerap 4.594 tenaga kerja, tetapi di 2019 menjadi hanya 1.340 tenaga kerja.
“Investasi yang masuk ke Indonesia banyak, tapi itu tidak menyerap tenaga kerja,” katanya dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia yang dipantau di Jakarta.
Investasi yang masuk perlu turut menyelesaikan persoalan kemiskinan karena sebanyak 161,7 juta penduduk Indonesia atau mencapai sekitar 59 persen dari total penduduk Indonesia masih menerima subsidi dari pemerintah dengan total senilai Rp431,5 triliun.
“Kalau hampir 60 persen rakyat masih disubsidi, jangan harap kita bisa menikmati bonus demografi. Yang ada beban demografi, beserta seluruh masalahnya,” katanya. (ANT)