Suma.id: Menjaga kelestarian satwaliar, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melepasliarkan satu Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh, pada Rabu, 17 November 2021.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, mengatakan dipilihnya TNGL sebagai lokasi pelepasliaran satwa dilindungi karena dianggap memiliki kelayakan untuk habitat harimau.
“Setelah dilakukan survey dan kajian kelayakan daya dukung habitat bersama-sama dengan mitra, yang meliputi antara lain kajian populasi, ketersedian pakan, dan ancaman habitat,” kata Agus, Kamis, 18 November 2021.
Agus menjelaskan harimau betina tersebut merupakan individu yang memiliki perilaku di luar kondisi normal serupa. Sebab satwa berusia sekitar dua tahun itu sempat beberapa kali terlihat oleh warga di sejumlah desa di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh.
Seperti di kawasan Desa Seulekat, Desa Simpang, Desa Krueng Batee, Desa Gunung Kapho dan terakhir di Desa Panton Bili.
“Harimau tidak merasa terusik dengan kehadiran manusia yang ada di dekatnya sebagaimana rekaman video yang beredar dan sempat menjadi viral,” jelasnya.
Dikarenakan keberadaannya yang dianggap meresahkan, tim BKSDA lalu melakukan penangkapan pada 10 November 2021 lalu. Setelah itu, dilakukan evakuasi ke Conservation Response Unit (CRU) Trumon, di Kabupaten Aceh Selatan, guna keperluan observasi.
“Hasil observasi dan pemeriksaan yang dilakukan tim medis diketahui bahwa harimau dalam kondisi sehat dan normal. Nafsu makan maupun minumnya baik, serta tidak terdapat cacat fisik, dan respons terhadap lingkungan juga baik,” ungkap Agus.
Selain itu, tim medis BKSDA Aceh mengambil sampel darah atau serum serta swab mulut dan mata sebagai bahan untuk dilakukan pemeriksaan haematologi, tes covid, juga tes CDV (Canine Distamper Virus).
“Hasil pemeriksaan darah rutin dan kimia darah menunjukan kondisi satwa liar dilindungi tersebut dalam kondisi normal dan sehat, hal ini juga terlihat dari hasil uji covid-19 serta CDV menunjukan hasil negatif,” ujarnya.
Tidak hanya pengecekan kesehatan, harimau betina itu pun diberikan nama, yakni Putroe Kapho. Kata ‘Putroe’ diambil dari Bahasa Aceh yang berarti Putri, sementara ‘Kapho’ diambil dari nama tempat satwa liar dilindungi tersebut dievakuasi, yaitu Gampong Gunung Kapho.
“Individu harimau betina tersebut diberi nama Putroe Kapho,” ujarnya.
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia. Itu berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Sementara dari The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatra ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar. (MI)