Suma.id: Konflik satwa dan manusia terus terjadi. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) mencatat sebanyak 136 kasus konflik antara satwa liar dengan manusia terjadi di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatra Utara dan Aceh.
“Data 2021, yang terekam sebanyak 136 kejadian konflik antara satwa dengan manusia. Dominasi oleh harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BBTNGL, Adhi Nurul Hadi, Rabu, 29 Desember 2021.
Dari jumlah itu, Aceh Selatan menduduki peringkat pertama terkait tingginya kasus konflik manusia dengan satwa daripada kabupaten lainnya. Seperti Aceh Tenggara, Aceh Barat Daya, Aceh Tamiang, Gayo Lues, Subulussalam, dan Langkat.
“Untuk Aceh Selatan sendiri sebanyak 72 kejadian konflik harimau Sumatra dengan manusia, peringkat kedua Kabupaten Langkat, Sumut mencapai 26 kali konflik terjadi, kemudian Aceh Tenggara 15 kali, Subulussalam 11 kali, Gayo Lues 7 kali, Aceh Tamiang 4 kali dan Aceh Barat Daya hanya satu kali,” jelasnya.
Adhi menjelaskan volume konflik kedua juga terjadi pada gajah Sumatra (Elephas maximus) dengan jumlah konflik 24 kali terjadi di tahun 2021, sedangkan satwa lainnya seperti orangutan Sumatra (Pongo Abelii) 10 kali, badak Sumatra (Dicerorhinus Sumatrensus) 1 kali dan beruang madu (Helarctos malayanus) 3 kali. Kemudian terdapat 2 konflik juga terjadi kepada satwa lainya.
Sementara Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera menangani 8 kasus kejahatan dan perdagangan terhadap satwa dilindungi selama 2021, meningkat dari tahun sebelumnya 2020.
Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah I Sumatera, Haluanto Ginting, mengatakan dari ke-8 kasus yang ditangani di wilayah Sumatra Utara (Sumut) dan Aceh itu, tiga di antaranya sudah dinyatakan lengkap (P-21). Sedangkan lima kasus lainnya masih dalam proses penyidikan.
“Kejahatan satwa selama 2021 ada 8 kasus yang kita tangani. Tiga kasus di Aceh dan 5 kasus di Sumut. Tahun ini cukup lumayan, khususnya (kasus) Harimau dan lokasi banyaknya di Aceh,” kata Haluanto.
Sedangkan kasus di Sumut ada 5 yang ditangani Balai Gakkum Wilayah I Sumatra. Satu kasus sudah dinyatakan selesai atau P-21 dan dalam proses persidangan. Yakni kasus kejahatan satwa macan akar dan kura-kura baking.
“Dua kasus burung dilindungi dan 2 kasus lagi penjualan sisik trenggiling dan paruh burung Rangkong sudah tahap pertama,” ungkapnya.
Selain itu, dalam catatan akhir tahun, Sumatra Trofical Forest Journalism (STFJ) soroti kasus kejahatan dan perdagangan satwa yang masih tinggi di Sumatra Utara dan Aceh sepanjang 2021.
Direktur STFJ, Rahmad Suryadi, mengatakan kejahatan satwa yang terjadi kerap bersinggungan dengan jerat yang berujung pada kematian satwa tersebut. Penggunaan jerat oleh masyarakat menjadi perhatian serius yang merupakan bentuk kejahatan terhadap satwa.
Menurut Rahmad, pemasangan jerat yang mengakibatkan kematian pada satwa dilindungi di Kawasan Sumatera Utara dan Aceh juga menjadi penekanan masalah yang harus segera diatasi. Karena sangat berbahaya bagi satwa dilindungi.
“Kita tidak hanya mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat serta mendukung pemberantasan kejahatan terhadap satwa liar, tetapi juga meningkatkan keseriusan dan kemauan aparat penegak hukum untuk mengadili pedagang dan pemburu satwa liar serta menerapkan hukuman yang maksimal,” ujarnya.