Suma.id: Kasus perundungan anak hingga meninggal di Tasikmalaya mendapat sorotan dari Ketua DPP Bidang Perempuan dan Anak Partai NasDem Amelia Anggraini. Amel, begitu ia sering disapa mengungkapkan, bahwa melihat dari kronologis kasus kematian bocah SD tersebut bukan dari pelecehan seksual melainkan dampak mengerikan dari perundungan.
“Perundungan ini dampaknya mengerikan dari yang dipikirkan orang. Ingat, perundungan bukan candaan, karena dampaknya secara psikhologis sangat berat. Korban dapat mengalami stress, tidak memiliki kepercayaan diri, tidak dapat bersosialisasi secara normal, bahkan hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Mari kita focus pada masalah intinya yaitu perundungan,” ujar Amel.
Politisi asal Bengkulu ini menambahkan, banyak pihak harus menaruh perhatian serius pengentasan perundungan dikalangan anak-anak dan remaja. Bukan hanya yang terjadi di Tasikmalaya saja, sebab, menurutnya data dari Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukan bahwa Indonesia menjadi negara kelima tertinggi angka perundungan di dunia setelah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, dan Maroko.
“Perundungan bisa dikatakan adalah masalah bangsa dan kita tidak boleh permisif atas tindakan-tindakan perundungan. Secara global, angka siswa di Indonesia yang pernah mengalami perundungan mencapai 41,1%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari rerata negara-negara OECD,” ucap Amel
Untuk itu, Amel mendorong peran serta banyak pihak terutama Kementerian Pendidikan untuk mengembangkan kurikulum dengan menerapkan prinsip-prinsip anti perundungan. Institusi pendidikan, menurutnya, memiliki kontribusi besar terhadap perbaikan-perbaikan yang sifatnya perilaku terhadap anak didiknya.
“Materi-materi anti-perundungan (bullying) dapat disisipkan agenda-agenda sekolah sebagai upaya antisipasi segala bentuk perundungan. Bisa juga dalam setiap materi mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, agama, dan muatan lokal,” papar Amel.