Suma.id: Sidang kasus korupsi yang menyerat Bupati Musi Banyuasin (Muba) berlanjut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengajukan tuntutan tiga tahun penjara untuk terdakwa Suhandy, atas dugaan pemberian suap kepada Bupati Muba nonaktif Dodi Reza Alex beserta pejabat di Dinas PUPR kabupaten setempat.
Tuntutan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai Hakim Abdul Aziz, pada Kamis, 17 Februari 2022.
“Menuntut terdakwa Suhandy dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp150 juta subsider empat bulan,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Taufik Ibnugroho membacakan amar tuntutan di persidangan tersebut.
Menurut JPU, terdakwa Suhandy selaku Direktur PT Selaras Simpati Nusantara yang memenangkan empat proyek infrastruktur di PUPR Muba pada 2021 itu, melanggar Pasal 5 ayat 1 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Perbuatan terdakwa tersebut tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Adapun hal yang menjadi pertimbangan meringankan bagi JPU adalah sikap kooperatif terdakwa selama menjalani persidangan.
Setelah mendengarkan tuntutan tersebut Majelis Hakim menutup persidangan dan sidang akan dilanjutkan kembali pekan depan pada 24 Februari dengan agenda penyampaian pledoi terdakwa.
Terdakwa Suhandy mengaku telah memberikan suap kepada Bupati nonaktif Dodi Reza Alex beserta pejabat di Dinas PUPR Kabupaten Muba dalam sidang Kamis, 10 Februari kemarin.
Terdakwa Suhandy mengatakan, untuk memenangkan empat paket proyek infrastruktur di Dinas PUPR Muba pada 2021 yang total pengerjaan senilai Rp20 miliar lebih tersebut ia harus memberikan commitment fee yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Adapun pembagian biaya komitmen atau suap itu tersebut masing-masing senilai 10 persen untuk Bupati nonaktif Dodi Reza Alex, 3-5 persen untuk Kepala Dinas PUPR nonaktif Herman Mayori, 2-3 persen untuk Kepala Bidang SDA/PPK Dinas PUPR nonaktif Eddi Umari. Serta 3 persen untuk ULP, 1 persen untuk PPTK bagian administrasi lain termasuk bendahara.
“Itu benar. Kalau saya tidak ngasih fee (biaya/suap) ya saya enggak (tidak) bisa dapat proyek disana,” kata terdakwa Suhandy.
Menurut Suhandy, suap tersebut diserahkannya secara bertahap sesuai permintaan dari pihak terkait tersebut sebelum pelelangan proyek dimulai. Dimulai pada Maret 2020, kata dia, ia memberikan suap untuk Dodi Reza senilai Rp2 miliar dan kemudian senilai Rp600 juta.
Pemberian tersebut sebelumnya dimintakan oleh Eddi Umari selaku yang mengatur pemberian suap dalam proyek yang bakal dikerjakan, hingga akhirnya proyek tersebut berhasil dimenangkan Suhandy.
“Setelah itu commitment fee untuk mereka yang lain,” imbuhnya menjawab pertanyaan JPU.
Penyerahan suap terakhir, lanjutnya, yakni senilai Rp250 juta yang didapat dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Uang tersebut diserahkannya setelah ada permintaan dari Herman Mayori melalui Eddi Umari.
Dalam kasus tersebut terdakwa Suhandy didakwa Jaksa Penuntut Umum KPK telah memberikan suap senilai Rp4,4 miliar.
Masing-masing kepada Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex melalui Herman Mayori selaku Kepala Dinas PUPR, Eddi Umari selaku Kepala Bidang SDA/PPK Dinas PUPR, yang pembagiannya berdasarkan persentase yang sudah disepakati tadi.
Setelah Suhandy sepakat dengan pemberian suap tersebut maka kemudian Dinas PUPR Muba melakukan penandatanganan kontrak untuk ditetapkannya Suhandy sebagai pemenang empat proyek itu sekitar Maret-April 2021.
Empat proyek tersebut adalah Rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kecamatan Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 miliar, peningkatan jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 miliar, peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 miliar dan normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sementara Dodi Reza Alex, Herman Mayori, Eddi Umari yang diduga menerima suap dari Suhandy ditetapkan sebagai tersangka dengan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.