Jakarta (SUMA.ID) — TikTok, platform media sosial populer milik ByteDance, dikabarkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang dapat memengaruhi sekitar 1.000 karyawan secara global. Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh The Information, meskipun TikTok belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana tersebut. PHK ini akan menyasar tim operasional, pemasaran, dan konten, sebagai bagian dari strategi reorganisasi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional. Berikut ulasan lengkapnya.
Reorganisasi dan Dampak PHK
Menurut laporan, TikTok berencana merampingkan tim yang menangani dukungan pengguna, komunikasi, konten, dan pemasaran. Salah satu langkah besar adalah pembubaran tim operasional pengguna global, dengan karyawan yang tersisa akan dialihkan untuk mendukung divisi seperti trust and safety, pemasaran, konten, dan produksi.
Meskipun jumlah pasti karyawan yang terdampak belum diumumkan, The Information menyebutkan bahwa PHK ini dapat memengaruhi sebagian besar dari sekitar 1.000 karyawan di tim-tim tersebut. Proses ini dimulai dengan pemberitahuan kepada karyawan melalui email pada Selasa malam, 21 Mei 2024, yang disampaikan oleh kepala operasional TikTok, Adam Presser, dan Chief Brand and Communications Officer, Zenia Mucha.
Tujuan Reorganisasi
TikTok menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari “analisis mendalam untuk menciptakan model operasional yang lebih efisien demi pertumbuhan jangka panjang.” Perubahan ini mencakup:
- Optimalisasi Struktur Tim: Mengurangi lapisan manajemen yang tidak diperlukan.
- Fokus pada Efisiensi: Mengalihkan sumber daya ke area yang lebih strategis, seperti pengembangan produk dan keamanan konten.
- Adaptasi terhadap Tantangan Bisnis: Menyesuaikan operasi di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan regulasi.
Tidak Terkait dengan Isu Hukum di AS
Meskipun TikTok menghadapi ancaman larangan di Amerika Serikat akibat undang-undang 2024 yang mewajibkan ByteDance untuk menjual asetnya atau menghadapi pelarangan nasional, PHK ini disebut tidak terkait dengan isu hukum tersebut. Sebaliknya, langkah ini merupakan bagian dari strategi internal untuk meningkatkan efisiensi operasional global, terutama setelah TikTok gagal mencapai beberapa target kinerja di 2024, khususnya pada divisi e-commerce seperti TikTok Shop.
Konteks PHK TikTok di 2025
PHK ini bukanlah yang pertama bagi TikTok di 2025. Sebelumnya, perusahaan telah melakukan beberapa putaran PHK, termasuk:
- Februari 2025: Pemangkasan staf di tim Trust and Safety yang menangani moderasi konten.
- April dan Mei 2025: PHK di divisi TikTok Shop di AS, yang memengaruhi tim operasional dan akun kunci global, akibat penurunan penjualan yang dipicu oleh tarif global dan ketidakpastian ekonomi.
- Oktober 2024: Pemutusan ratusan karyawan di Malaysia, dengan fokus pada tim moderasi konten, sebagai bagian dari peralihan ke moderasi berbasis AI.
TikTok juga telah memperkenalkan langkah-langkah penghematan biaya, seperti pembatasan anggaran perjalanan dan pengetatan kebijakan kerja dari kantor (return-to-office). Perubahan ini mencerminkan tekanan dari ByteDance untuk meningkatkan efisiensi di tengah tantangan bisnis global.
Dampak pada Karyawan dan Masa Depan TikTok
PHK ini menambah ketidakpastian bagi karyawan TikTok, terutama di tengah negosiasi dengan pemerintahan AS terkait undang-undang divestasi. Meskipun TikTok memiliki sekitar 7.000 karyawan di AS dan lebih dari 110.000 karyawan secara global di bawah ByteDance, suasana kerja dilaporkan “volatile” karena ketidakpastian masa depan perusahaan di pasar AS.
TikTok berjanji untuk memberikan dukungan kepada karyawan yang terkena dampak, termasuk bantuan dari tim HR untuk proses transisi. Namun, karyawan yang terkena PHK menggambarkan suasana kerja yang penuh tekanan, dengan beberapa di antaranya diminta memilih antara rencana peningkatan kinerja atau paket pesangon.
Kesimpulan
Rencana PHK global TikTok yang menargetkan sekitar 1.000 karyawan menandai langkah strategis untuk merampingkan operasional dan fokus pada efisiensi di tengah tantangan bisnis. Meskipun tidak terkait dengan ancaman larangan di AS, langkah ini mencerminkan upaya TikTok untuk beradaptasi dengan dinamika pasar global. Bagi penggemar dan pelaku bisnis yang bergantung pada TikTok, perubahan ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan platform ini di tengah ketidakpastian regulasi dan ekonomi.









