SUMA.ID – Jakarta, 29 Agustus 2025 – Pemerintah Indonesia mencatatkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital sebesar Rp40,02 triliun hingga 31 Juli 2025. Angka ini mencerminkan pertumbuhan signifikan dari berbagai sumber pajak digital, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak aset kripto, pajak fintech (peer-to-peer lending), dan pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP). Kontribusi ini menunjukkan tren positif dalam memperkuat fiskal negara dan menciptakan keadilan antara pelaku usaha konvensional dan digital.
Rincian Penerimaan Pajak Ekonomi Digital
Total penerimaan pajak sebesar Rp40,02 triliun hingga Juli 2025 berasal dari beberapa kategori utama:
- PPN PMSE: Rp31,06 triliun
- Pajak Aset Kripto: Rp1,55 triliun
- Pajak Fintech (P2P Lending): Rp3,88 triliun
- Pajak SIPP: Rp3,53 triliun
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli, menyatakan bahwa penerapan pajak digital bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan untuk meningkatkan efisiensi dan kepraktisan bagi pelaku usaha. “Kontribusi pajak ini tidak hanya memperkuat ruang fiskal, tetapi juga menciptakan persaingan yang adil antara pelaku usaha digital dan konvensional,” ujar Rosmauli pada 27 Agustus 2025.
PPN PMSE: Kontribusi Terbesar
Hingga Juli 2025, pemerintah telah menunjuk 223 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE, dengan 201 di antaranya aktif melakukan pemungutan dan penyetoran senilai Rp31,06 triliun. Rincian penerimaan PPN PMSE per tahun adalah sebagai berikut:
- 2020: Rp731,4 miliar
- 2021: Rp3,90 triliun
- 2022: Rp5,51 triliun
- 2023: Rp6,76 triliun
- 2024: Rp8,44 triliun
- 2025 (hingga Juli): Rp5,72 triliun
Pada Juli 2025, tiga perusahaan baru ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, yaitu Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited. Sebaliknya, penunjukan tiga perusahaan dicabut, yakni Evernote GmbH, To The New Singapore Pte. Ltd., dan Epic Games Entertainment International GmbH.
Pajak Aset Kripto: Pertumbuhan Pesat
Penerimaan pajak dari aset kripto mencapai Rp1,55 triliun hingga Juli 2025, terdiri dari:
- PPh 22: Rp730,41 miliar (transaksi penjualan kripto di exchanger)
- PPN Dalam Negeri: Rp819,94 miliar (transaksi pembelian kripto di exchanger)
Rincian penerimaan pajak kripto per tahun:
- 2022: Rp246,45 miliar
- 2023: Rp220,83 miliar
- 2024: Rp620,4 miliar
- 2025 (hingga Juli): Rp462,67 miliar
Tren ini mencerminkan meningkatnya aktivitas transaksi aset digital, seiring dengan popularitas investasi kripto di Indonesia.
Pajak Fintech: Kontribusi Signifikan
Pajak dari sektor fintech (P2P lending) menyumbang Rp3,88 triliun hingga Juli 2025, dengan rincian:
- PPh 23 (bunga pinjaman WPDN dan BUT): Rp1,09 triliun
- PPh 26 (bunga pinjaman WPLN): Rp724,25 miliar
- PPN Dalam Negeri: Rp2,06 triliun
Penerimaan tahunan pajak fintech adalah:
- 2022: Rp446,39 miliar
- 2023: Rp1,11 triliun
- 2024: Rp1,48 triliun
- 2025 (hingga Juli): Rp841,07 miliar
Pajak SIPP: Dukungan Pengadaan Pemerintah
Pajak SIPP menghasilkan Rp3,53 triliun hingga Juli 2025, terdiri dari:
- PPh: Rp239,21 miliar
- PPN: Rp3,29 triliun
Rincian penerimaan pajak SIPP per tahun:
- 2022: Rp402,38 miliar
- 2023: Rp1,12 triliun
- 2024: Rp1,33 triliun
- 2025 (hingga Juli): Rp684,6 miliar
Tren Positif dan Dampak Ekonomi
Rosmauli menegaskan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan potensi besar dalam memperkuat keuangan negara. Sistem pemungutan pajak digital yang efisien memastikan pelaku usaha digital dan konvensional bersaing secara adil, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.