Suma.id: Sejumlah petani di Desa Bukit Panjang 1, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang mengelukan tanamanya kerdil.
“Mungkin akibat faktor kekurangan air jadi tanaman padi saya kerdil,” kata Suprapto (50), petani di Manyak Payed, Aceh Tamiang, Senin, 25 Juli 2022.
Suprapto memiliki lahan sawah seluas hampir satu hektare (25 rante). Adapun tanaman padi kerdil miliknya sekitar 11 rante (dalam satu rante 20×20 meter persegi). Pohon padi setinggi dua jengkal tersebut sudah berbuah tinggal tunggu masa panen.
“Tanaman yang kerdil sudah berumur tiga bulan memang sudah siap panen. Ya, mau tidak mau walaupun nanti hasilnya sedikit harus dipanen,” imbuhnya.
Petani tulen ini menyebut areal sawah di bagian atas rata-rata pertumbuhannya kerdil karena pasokan air kurang. Selama ini petani hanya mengandalkan air hujan.
Sementara parit saluran untuk mengairi sawah kondisinya juga nyaris kering tidak bisa disedot pakai mesin. “Air dari parit juga nieng/mengandung karat tidak bagus untuk tumbuhan karena zat asam terlalu tinggi,” tuturnya.
Pada 2020, kata Suprapto ada dibangun sarana sumur bor sebanyak tiga titik di areal persawahan Desa Bukit Panjang 1. Sumur bor berskala besar itu dibangun menggunakan anggaran dana desa. Namun karena lama tidak dimanfaatkan sumur bor tersumbat pasir.
“Setelah dibor hampir dua tahun tidak digunakan, karena dulu belum ada mesin. Sekarang harus dicuci dulu karena sudah coba disedot yang keluar pasir bukan air. Terpaksa kita harus pakai mesin kompresor untuk menyuci sumur bor itu,” ucap Suprapto.
Pertumbuhan padi kerdil juga dialami petani lainnya, Adi. Ia mulai tanam padi sekitar bulan Mei 2022 saat di sawah masih tersedia air. Ketika umbi padi mulai tumbuh justru datang musim kemarau panjang.
“Setelah 10 hari tanam tanah sawah mulai retak-retak. Sudah terlanjur tanam tidak ada turun hujan jadi kekurangan air membuat tanaman padi pendek-pendek semua,” ujarnya.
Akibat tanaman padi kerdil diperkirakan produksi petani akan merosot. Apalagi di musim tanam gaduh sering terjadi gagal panen.
“Pada musim tanam rendengan (awal tahun) sawah saya seluas 20 rante keluar produksi 4 ton atau rata-rata 200 kg per rante. Kalau panen musim gadu ini dapat separuhnya saja sudah syukur kita,” ucap Adi pesimis.
Perangkat Desa Bukit Panjang 1 Dian mengatakan luas sawah di desa itu seluruhnya mencapai 90 hektare. Geografis persawahan Bukit Panjang 1 dikelilingi perkebunan kelapa sawit PTP Nusantara I. Tidak ada sarana irigasi di sana, sejak zaman dulu petani sawah susah mendapatkan sumber air.
“Sawah di sini memang status tadah hujan. Sebenarnya masalah air sudah bisa teratasi dengan adanya sumur bor yang dibangun pemerintah kampung namun petani kita kurang memanfaatkannya,” ujarnya.
Menurut Dian petani tinggal membeli pipa/selang air untuk mengairi sawahnya masing-masing baik secara swadaya maupun pribadi.
“Alasan petani dulu belum ada mesin, tapi sekarang desa sudah beli mesin kompresor dan sudah ada teknisinya. Tapi sejuah ini tidak ada petani yang berinisiatif secara swadaya mencuci kembali sumur bor yang mampet tersebut,” tambah Dian. (ANT)