SUMA.ID – Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan kebijakan baru untuk memperluas cakupan pajak, termasuk menyasar aktivitas di ranah teknologi dan media sosial. Kebijakan ini akan mulai diterapkan secara intensif pada tahun 2026, seiring terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari modernisasi sistem perpajakan nasional. Pemerintah kini fokus pada potensi ekonomi digital yang belum tergarap secara maksimal. “Kami memanfaatkan data analitik dan media sosial untuk menggali potensi pajak baru,” ujar Anggito.
Dasar Hukum Pajak Digital dan Media Sosial
PMK Nomor 37 Tahun 2025 menjadi landasan utama kebijakan ini, khususnya melalui Pasal 22 yang mengatur pemungutan pajak oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Platform marketplace resmi ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk setiap transaksi penjualan barang secara daring.
Kebijakan ini menjadi langkah awal pemerintah untuk menjadikan ekosistem digital sebagai sumber penerimaan pajak yang signifikan. Dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen dan pelaku usaha di era digital, pemerintah berharap dapat meningkatkan kontribusi pajak dari sektor ini. “Implementasi ini dimulai pada 2025 dan akan diperkuat pada 2026,” tambah Anggito.
Pemanfaatan Teknologi untuk Optimalisasi Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memanfaatkan teknologi big data analytics untuk mengidentifikasi potensi pajak dari pelaku ekonomi digital, seperti konten kreator, influencer media sosial, hingga UMKM berbasis teknologi. Kerja sama dengan penyedia platform digital akan diperluas untuk mendapatkan data transaksi secara real-time, memastikan proses pelaporan dan pemungutan pajak berjalan transparan dan efisien.
Kebijakan Fiskal Baru di 2026
Selain pajak digital, pemerintah juga sedang mengkaji sejumlah kebijakan fiskal lainnya, antara lain:
- Cukai Pangan Olahan Bernatrium (P2OB): Pajak ini diusulkan sebagai bagian dari kebijakan fiskal berbasis kesehatan untuk mengurangi konsumsi makanan olahan tinggi natrium.
- Reformasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Penguatan regulasi untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor non-pajak.
- Modernisasi Ekspor-Impor: Peningkatan efisiensi proses bisnis di sektor logistik dan perdagangan untuk mendukung penerimaan negara.
BACA JUGA : Laptop Gaming Terbaru dengan Performa Luar Biasa dan Harga Terjangkau
Anggaran Rp1,99 Triliun untuk Transformasi Fiskal
Untuk mendukung kebijakan ini, Kementerian Keuangan mengusulkan anggaran sebesar Rp52,01 triliun pada tahun 2026. Dari jumlah tersebut, Rp1,99 triliun dialokasikan untuk transformasi kebijakan fiskal dan perpajakan, dengan Rp1,63 triliun sudah tersedia. Anggito menambahkan, “Kami mengusulkan tambahan anggaran Rp366,42 miliar untuk memastikan program ini berjalan optimal.”
Harapan Pemerintah untuk Ekonomi Digital
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah bertujuan menutup celah penerimaan negara, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan menjadikan ekonomi digital sebagai pilar baru dalam sistem fiskal Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di era digital.
Kata Kunci: Pajak Digital 2026, Pajak Media Sosial, Konten Kreator, PMK 37/2025, Ekonomi Digital, Big Data Analytics, PPh, P2OB, Fiskal Indonesia.