Suma.id: Warga Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, yang berada di perbatasan pulau terluar Indonesia mengeluhkan sulitnya mendapatkan konten siaran televisi tanpa berbayar. Padahal, siaran dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa ditonton gratis.
Keluhan itu disampaikan langsung oleh Kepala Desa Insit, Jumir; dan Kepala Desa Maini Darul Aman, Syafwan, ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau.
Jumir mengatakan warga desa sulit untuk menonton siaran dari lembaga penyiaran publik maupun swasta nasional. Untuk bisa mengakses chanel televisi itu, harus menggunakan parabola dan ada juga yang harus berbayar.
“Sementara, untuk siaran dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa ditonton, cukup menggunakan antena (UHF) gratis,” kata Jumir.
Ditambahkan Syafwan, meski sudah menggunakan parabola, tak serta merta bisa menikmati semua acara. Pada beberapa acara, biasanya warga di pulau terluar Indonesia ini menjadi korban acak siaran.
“Misal ada pertandingan sepakbola tim nasional Indonesia melawan negara lain, kami tidak bisa menonton alias diacak. Inilah persoalan penyiaran di daerah kami,” ujar Kades Syafwan.
Sementara itu, Ketua KPID Riau Falzan Surahman mengatakan, dalam menyongsong digitalisasi penyiaran dengan jargon jernih, bersih tahan cuaca memang sampai hari ini masih ada daerah yang belum bisa menikmati konten siaran dari LPB/LPS Indonesia.
“Salah satunya di Meranti yang dari segi infrastrukturnya sangat serba terbatas. Padahal informasi seharusnya menjadi hak masyarakat terutama di daerah perbatasan,” ujar Falzan.
Falzan menambahkan, daerah perbatasan seperti Kepulauan Meranti yang merupakan perbatasan Malaysia dengan Indonesia harusnya menjadi skala prioritas oleh Pemerintah Pusat.
“Kita minta ada perlakuan khusus dari Kominfo Pusat, bagaimana daerah ini (Meranti) tersentuh oleh informasi. Ini sangat penting, karena akan menjadi pertahanan dan ketahanan informasi,” katanya.
Sesuai pasal 3 UU 32 tahun 2002, salah satu tujuan penyiaran adalah untuk memperkokoh integrasi bangsa. Dari apa yang selalu ditonton akan membentuk karakter jati diri bangsa, karena memang hal itu dapati melalui dunia penyiaran.
Sementara di daerah Meranti masih sulit untuk menerima siaran dari negara sendiri lantaran harus menggunakan parabola atau berbayar yang tak semua warga mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
“Pada proses digitalisasi informasi ini kami harapkan masukan dari masyarakat untuk dibawa ke tingkat nasional sehingga kedepannya menonton tidak harus berbayar lagi,” tutur Falzan.
Khusus di Meranti, diakui Falzan, untuk menghadirkan digitalisasi agak sulit. Sebab untuk jaringan internet saja sampai saat ini tak semua daerah bisa merasakan.
“Kalau digitalisasi ini memang harus disiapkan infrastruktur dan SDM. Kita siap membantu bagaimana mengkoneksikan kalau Pemda Meranti butuh,” pungkas Falzan. (ant)