SUMA.ID – Jakarta, Indonesia — Sejumlah ilmuwan di Amerika Serikat kembali memicu diskusi panas dengan mengusulkan Pluto dikembalikan sebagai planet resmi di Tata Surya, tepatnya dalam galaksi Bima Sakti (Milky Way), tempat Bumi berada. Usulan ini juga mencakup penambahan ratusan benda langit lain, termasuk bulan Bumi (Luna), ke dalam daftar planet. Dengan pendekatan taksonomi baru yang berfokus pada kompleksitas geologis, para peneliti berharap merevolusi definisi planet. Berikut ulasan lengkap tentang usulan ini, alasan di baliknya, dan dampaknya pada ilmu astronomi, dioptimalkan untuk SEO agar mudah ditemukan di mesin pencari.
Latar Belakang: Mengapa Pluto Ingin Dikembalikan sebagai Planet?
Pluto kehilangan status planetnya pada 2006 setelah International Astronomical Union (IAU) mendefinisikan planet sebagai benda langit yang:
- Mengorbit Matahari.
- Berbentuk bulat akibat gravitasi sendiri.
- Memiliki orbit yang “bersih” dari benda lain.
Pluto gagal memenuhi kriteria ketiga karena orbitnya di Sabuk Kuiper berbagi ruang dengan objek lain. Akibatnya, Pluto diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Namun, sejak itu, banyak ilmuwan menentang keputusan ini, termasuk mantan kepala NASA Jim Bridenstine, yang pada 2019 secara terbuka menyerukan pemulihan status planet Pluto.
Menurut laporan dari The Next Web (Juli 2025), sekelompok peneliti AS, dipimpin oleh Philip Metzger dari University of Central Florida, kini mengusulkan definisi baru yang lebih inklusif. Usulan ini bertujuan memperluas kategori planet hingga mencakup 150–200 benda langit di Tata Surya, termasuk bulan, asteroid, dan objek serupa Pluto.
Usulan Baru: Taksonomi Berbasis Kompleksitas Geologis
Tim Metzger menyarankan menghapus syarat “orbit bersih” dari definisi planet dan fokus pada kompleksitas geologis sebagai kriteria utama. Alasan utama mereka meliputi:
- Kesesuaian Ilmiah: Taksonomi yang menekankan kerumitan geologis (misalnya, aktivitas vulkanik, tektonik, atau potensi air) lebih berguna untuk memahami evolusi benda langit dan hubungannya dengan asal-usul kehidupan.
- Planet Primer dan Sekunder: Peneliti mengusulkan klasifikasi planet menjadi dua jenis:
- Primer: Benda yang langsung mengorbit Matahari (contoh: Bumi, Jupiter).
- Sekunder: Benda yang mengorbit planet lain, seperti bulan (contoh: Luna, Ganymede).
- Relevansi Astrobiologi: Benda dengan kompleksitas geologis, seperti Pluto atau bulan Saturnus Titan, memiliki potensi untuk mendukung kehidupan, sehingga layak disebut planet.
Contoh Benda yang Jadi Planet:
- Pluto: Memiliki atmosfer tipis, gunung es, dan kemungkinan lautan bawah permukaan.
- Luna (Bulan Bumi): Berdiameter 3.474 km (lebih besar dari Pluto: 2.377 km), menunjukkan sejarah geologis kompleks.
- Ganymede, Titan, Europa: Bulan-bulan Jupiter dan Saturnus dengan aktivitas geologis aktif.
- Ceres: Planet kerdil di Sabuk Asteroid dengan potensi air garam.
Dampak: Jika diterima, definisi ini akan menambah hingga 150 planet di Tata Surya, termasuk hampir semua bulan besar dan beberapa asteroid.
Argumen Pendukung dan Kontroversi
Pendukung:
- Kemajuan Pengetahuan: Data dari misi seperti New Horizons (2015) menunjukkan Pluto memiliki fitur geologis kompleks, seperti dataran es dan pegunungan, yang mendukung status planet.
- Konsistensi Taksonomi: Menghapus syarat “orbit bersih” membuat klasifikasi lebih sederhana dan inklusif, mencerminkan keragaman benda langit.
- Edukasi Publik: Mengembalikan Pluto sebagai planet dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap astronomi, terutama di kalangan pelajar.
Kontroversi:
- Jumlah Planet Berlebihan: Menambahkan 150+ planet dapat membingungkan publik dan menyulitkan pengajaran astronomi dasar.
- Definisi Ambigu: Kriteria “kompleksitas geologis” dianggap subjektif karena sulit diukur secara universal.
- Oposisi IAU: IAU, yang berbasis di Paris, kemungkinan akan menolak usulan ini karena definisi 2006 telah diterima secara global, meski kontroversial.
Kutipan Kunci: “Jika kita fokus pada sifat intrinsik benda langit, bukan orbitnya, kita akan memiliki taksonomi yang lebih ilmiah dan berguna,” kata Philip Metzger dalam laporan penelitiannya (Planetary Science Journal, Juli 2025).
Dampak pada Ilmu Pengetahuan dan Publik
- Penelitian Astrobiologi: Redefinisi ini dapat mempercepat studi tentang benda langit yang berpotensi mendukung kehidupan, seperti Europa (kemungkinan lautan bawah permukaan) atau Titan (danau metana).
- Eksplorasi Antariksa: NASA dan badan antariksa lain mungkin memprioritaskan misi ke “planet” baru, seperti bulan-bulan Jupiter atau Saturnus.
- Pendidikan: Kurikulum astronomi di sekolah, termasuk di Indonesia, mungkin perlu diperbarui untuk mencerminkan jumlah planet yang jauh lebih banyak.
- Budaya Populer: Status Pluto sebagai planet telah menjadi simbol nostalgia, dengan kampanye seperti #PlutoIsAPlanet trending di platform seperti X sejak 2019.
Data Pendukung: Menurut NASA Exoplanet Archive (2025), kompleksitas geologis juga digunakan untuk mengklasifikasikan eksoplanet, mendukung pendekatan Metzger. Pluto, dengan diameter 2.377 km, lebih kecil dari tujuh bulan di Tata Surya, seperti Ganymede (5.268 km) dan Titan (5.150 km), yang kini diusulkan sebagai planet.
Apa Selanjutnya untuk Pluto?
Usulan ini masih dalam tahap akademik dan memerlukan persetujuan dari IAU, yang akan menggelar General Assembly berikutnya pada Agustus 2027 di Roma, Italia. Tim Metzger berencana menyampaikan petisi formal, didukung oleh ratusan ilmuwan dari AS, Eropa, dan Asia. Namun, proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun karena melibatkan konsensus global.
Langkah Publik:
- Ikuti Diskusi: Pantau perkembangan melalui situs iau.org atau akun resmi IAU di X (@IAU_org).
- Bergabung dengan Komunitas: Gabung dengan grup astronomi seperti Astronomy Indonesia di Telegram atau Himpunan Astronomi Amatir Indonesia (HAAI) untuk diskusi lokal.
- Dukung Edukasi: Bagikan informasi tentang Pluto di media sosial dengan tagar seperti #PlutoIsAPlanet atau #TataSurya2025 untuk meningkatkan kesadaran.
Kesimpulan
Usulan untuk mengembalikan Pluto sebagai planet, bersama dengan 150 benda langit lain seperti Luna dan Ganymede, menandai langkah berani untuk merevolusi definisi planet di Tata Surya. Dengan fokus pada kompleksitas geologis, tim ilmuwan AS yang dipimpin Philip Metzger menawarkan pendekatan baru yang lebih inklusif dan relevan untuk astrobiologi. Meski menghadapi tantangan dari IAU, usulan ini dapat mengubah cara kita memahami Tata Surya dan menginspirasi generasi baru untuk menjelajahi luar angkasa. Apakah Pluto akan kembali menjadi planet kesembilan? Pantau perkembangan di iau.org dan ikut diskusi di Indonesia untuk mendukung kemajuan astronomi!