SUMA.ID -Spotify, platform streaming musik terkemuka, baru-baru ini menjadi sorotan publik akibat penayangan iklan yang mendukung pengusiran imigran di Amerika Serikat. Iklan ini terkait dengan kampanye rekrutmen Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) yang menargetkan Generasi Z. Meskipun menuai kritik keras dari pengguna, Spotify menyatakan bahwa iklan tersebut tidak melanggar kebijakan perusahaan. Artikel ini membahas kontroversi tersebut, respons pengguna, dan dampaknya terhadap reputasi Spotify.
Kontroversi Iklan ICE di Spotify Menurut laporan The Independent (16/10/2025), Spotify menayangkan iklan dari ICE yang menggunakan narasi kontroversial, seperti menyebut imigran sebagai “individu ilegal yang berbahaya.” Iklan ini merupakan bagian dari kampanye besar pemerintah AS untuk merekrut 14.000 petugas imigrasi baru, yang dipromosikan melalui platform streaming, media sosial, dan saluran televisi kabel. Selain Spotify, platform seperti HBO Max, YouTube, Amazon Prime Video, LinkedIn, X, dan Meta juga menayangkan iklan serupa.
Juru bicara Spotify menegaskan bahwa iklan tersebut memenuhi standar periklanan perusahaan. Menurut mereka, iklan yang dilarang mencakup konten yang memicu kekerasan, menghasut kebencian, atau mendiskriminasi kelompok tertentu berdasarkan ras, agama, etnis, orientasi seksual, atau karakteristik lain. Namun, pengguna menilai iklan ini memicu stereotip negatif terhadap imigran, yang bertentangan dengan nilai-nilai inklusivitas.
Reaksi Pengguna dan Ancaman Boikot Iklan ini memicu kemarahan di kalangan pengguna Spotify dan platform lain seperti Pandora. Banyak pengguna mengungkapkan kekecewaan mereka melalui forum komunitas resmi. Pengguna Spotify Premium, yang biasanya tidak mendengar iklan, juga menyatakan solidaritas dengan membatalkan langganan mereka. Seorang pengguna menulis, “Saya baru mendengar iklan ICE tentang ‘melindungi Amerika.’ Langganan saya dibatalkan malam ini!” Sementara itu, pengguna Pandora melaporkan kesulitan saat mencoba melaporkan iklan tersebut, karena obrolan langsung terputus tanpa solusi.
Keberhasilan Kampanye ICE Menurut Tricia McLaughlin, Sekretaris Asisten Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), kampanye rekrutmen ICE sukses besar dengan lebih dari 150.000 pendaftar. Dalam pernyataannya kepada Rolling Stone (15/10/2025), ia menyebut para pendaftar sebagai “warga Amerika patriotik” yang ingin “menangkap dan mendeportasi penjahat.” Ia juga menegaskan bahwa tindakan ini tidak bersifat ofensif atau partisan.
Selain menargetkan Gen Z melalui platform digital, ICE juga menayangkan iklan televisi di kota-kota tertentu untuk menarik petugas polisi yang merasa “terhambat” dalam menangani imigran. Kampanye ini menawarkan bonus pendaftaran sebesar US$50.000 (sekitar Rp830 juta) dan bantuan biaya pendidikan untuk menarik minat.
Langkah Kontroversial Spotify Lainnya Kontroversi ini menambah daftar isu yang melibatkan Spotify. Pada Januari 2025, Spotify dilaporkan menyumbang US$150.000 (sekitar Rp3 miliar) untuk pelantikan Donald Trump. Selain itu, CEO Spotify, Daniel Ek, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO per 1 Januari 2026, dan akan beralih menjadi Executive Chairman. Ek juga memimpin investasi sebesar €600 juta (sekitar Rp11 triliun) di Helsing, perusahaan pertahanan militer berbasis AI di Jerman.
Isu lain yang memperburuk citra Spotify adalah dukungannya terhadap Israel dan penggunaan teknologi AI, yang menyebabkan beberapa artis, termasuk band Indonesia Seringai, menarik musik mereka dari platform ini sebagai bentuk protes.
Dampak dan Respons Publik Kontroversi ini memicu gelombang ancaman boikot dari pengguna yang merasa Spotify tidak sensitif terhadap isu imigrasi. Banyak yang menilai iklan ICE tidak hanya memicu stereotip, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meski Spotify bersikukuh bahwa iklan tersebut sah, tekanan dari pengguna dan artis dapat memengaruhi reputasi platform ini di masa depan.
Kesimpulan Kontroversi iklan ICE di Spotify menyoroti tantangan platform digital dalam menyeimbangkan kebebasan beriklan dengan tanggung jawab sosial. Meskipun Spotify mengklaim tidak melanggar kebijakan, reaksi negatif dari pengguna menunjukkan perlunya evaluasi lebih lanjut terhadap jenis konten yang diizinkan. Bagi pengguna yang ingin mencari alternatif, platform lain seperti Apple Music atau Deezer mungkin menjadi pilihan. Dengan meningkatnya kesadaran publik terhadap isu imigrasi, Spotify perlu berhati-hati dalam mengelola kontennya agar tetap relevan dan diterima oleh audiens global.
Kata Kunci SEO: Spotify kontroversi, iklan ICE, deportasi imigran, kampanye rekrutmen ICE, boikot Spotify, imigran ilegal AS, Spotify Gen Z, kebijakan periklanan Spotify, Daniel Ek mundur, Spotify donasi Trump.









