Suma.id: Jika sebelumnya gejala orang yang terinfeksi covid-19 adalah flu, demam hingga batuk, namun subvarian omicron BA.4 dan BA.5 yang yang tengah mendominasi saat ini memberikan gejala berbeda, yakni sakit kepala.
Berdasarkan survei yang dilakukan ZOE Health Study, sebanyak 69% pasien covid-19 mengeluhkan sakit kepala merupakan gejala paling dominan yang dialami saat ini.
Hal itu dibenarkan Dokter Spesialis Neurologi dari Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta, Andre. Ia mengungkapkan, sakit kepala pada covid-19 disebabkan karena virus Sars-CoV-2 dapat menyebabkan reaksi inflamasi di area peka nyeri di kepala seseorang seperti kulit kepala, pembuluh darah dan selaput pembungkus otak.
“Sehingga jika ada virus masuk dan tubuh melakukan perlawanan sebagai sistem pertahanan tubuh bisa muncul gejala nyeri kepala,” kata Andre saat dihubungi, Senin, 4 Juli 2022.
Andre mengungkapkan, nyeri sakit kepala yang disebabkan covid-19 pun tidak memiliki gambaran spesifik. Sakit kepala itu bisa terasa seperti tertekan atau berdenyut, atau mungkin bisa juga sakit di kedua sisi kepala. Selain itu, derajat nyeri kepala yang dialami masing-masing orang pun berbeda. Bergantung pada beratnya perjalanan penyakit seseorang.
“Sehingga dokter perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh dan mendetail,” imbuh dia.
Saat ini pun, belum ada obat spesifik yang bisa mengobati nyeri kepala akibat covid-19. Ia menyatakan, tata laksana yang dilakkukan saat ini masih berupa terapi simptomatis, bisa dengan memberikan pain killer oral untuk nyeri kepala ringan, hingga pain killer injeksi yang diberikan untuk sakit kepala gejala berat.
Bagi orang yang mengalami sakit kepala berkepanjangan lebih dari tiga hari meskipun telah diberikan obat, Andre menyarankan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter agar diberikan perawatan.
“Tujuan perawatan selain mengatasi nyeri kepala, juga mencari kemungkinan penyebab lainnya,” ucapnya.
Ia menyatakan, sebagian kecil orang yang mengalami gejala nyeri kepala saat covid-19 bisa berkepanjangan atau yang dikenal sebagai long covid-19. Hal itu berpotensi menyebabkan gangguan kognitif dpada seseorang.
“Untuk itu, meskipun seseorang telah terbebas dari covid-19 namun masih memiliki gejala, perlu penanganan lanjutan agar tidak menyebabkan dampak jangka panjang,” ujarnya. (MI).