Suma.id: Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bersama Masyarakat Mitra Konservasi (MMK), Frankfurt Zoological Society (FZS), SOS Indonesia dan perusahaan pemasok APP Sinar Mas, melakukan pelacakan via radio (radio tracking) terhadap seekor gajah jantan bernama Ozzy. Hewan besar itu kerap bertandang ke kebun sawit warg Dusun Sungai Landai, yang berada di dalam kawasan hutan produksi, dan rutin menjelajahi areal penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi.
Menanggapi fenomena ini, Kepala Resort Konservasi Tebo-BKSDA Jambi, Hefa Edison menyebutkan bahwa konflik manusia dan gajah adalah interaksi negatif yang timbul akibat penggunaan ruang yang sama di kantong habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis)
“Hampir 70 persen habitat gajah Sumatera berada di luar kawasan konservasi dan celakanya, lahan pertanian dan perkebunan yang dikelola manusia merupakan mengandung tanaman favorit gajah seperti sawit, karet dan palawija,” katanya.
Hefa menambahkan gajah bernama Ozzy merupakan satu dari 120-an ekor gajah sumatera dari lima kelompok yang hidup di dalam dan di areal penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, yang habitatnya terjepit di antara perkebunan dan ladang-ladang milik masyarakat.
Untuk itu perlu dibangun kesepakatan di antara para pihak untuk memitigasi konflik secara partisipatif, serta menerapkan penegakan hukum untuk mencegah perburuan maupun konflik berkepanjangan.
Sementara itu, Syamsuardi, pakar mitigasi konflik dengan gajah dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) yang juga Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), dalam diskusi itu mengatakan gajah bukanlah musuh masyarakat dan masyarakat tidak perlu memberikan respons berlebihan saat gajah hadir di areal perkebunan sawit, karet dan tanaman palawija lainnya.
“Dalam usaha konservasi satwa dan memitigasi potensi konflik, sebetulnya lebih ideal jika kawasan hutan itu bertuan, dengan legalitas pengelolaan yang jelas serta memiliki komitmen untuk mengelola kawasan secara lanskap bersama pihak lain yang ada di dalamnya dan masyarakat pun dapat diberikan izin oleh KLHK untuk mengelola kawasan hutan melalui model perhutanan sosial,” kata Syamsuardi.
Hal senada dengan Syamsuardi, Kepala Departemen Social Security PT Wirakarya Sakti (WKS) Jambi, Faisal Fuad menyebutkan bahwa perusahaan siap bekerjasama dengan pihak manapun dan siap mendukung program perhutanan sosial dengan program-program pemberdayaan masyarakat sekitar.
“Jika dibutuhkan dukungan penuh dalam hal pelatihan, pengadaan bibit dan pembukaan pasar atau distribusi hasil panen, perusahaan akan siap bekerjasama, seperti budidaya lebah madu yang memperoleh pakan nektar dan polen dari bunga tanaman berkayu, jadi ada alternatif mitigasi konflik dengan gajah Sumatera,” kata Faisal.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Muara Kilis Bersatu (MKB), Poniman menyampaikan lebih dari 53 persen dari luas areal IUPHKm (Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan) Gapoktan diperuntukkan bagi blok perlindungan hutan dan satwa liar. (ANT)