Suma.id: Memasuki kemarau yang ditandai minimnya curah hujan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk waspada terjadinya peningkatan suhu yang memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatra Selatan.
Kepala Stasiun Klimatologi Sumsel, Wandayantolis, mengatakan saat ini dinamika atmosfer menunjukkan La Nina telah melemah dan memprakirakan musim kemarau segera berlangsung.
“Seiring menguatnya Monsun Timuran sebagai salah satu pemicu kemarau di wilayah Sumsel, telah terjadi penurunan curah hujan sejak pertengahan Juni 2022,” kata Wanda, Senin, 11 Juli 2022.
Dia menjelaskan musim kemarau di wilayah Sumsel mundur dari prediksi awal. Umumnya kemarau akan mulai pada pertengahan Mei hingga awal Juni. Namun akibat fenomena La Nina, musim kemarau jatuh lebih lama atau mundur sekitar 20-40 hari dari kondisi normalnya.
“BMKG memprakirakan musim kemarau berlangsung pada Juli hingga September, namun tetap memungkinkan hujan terjadi saat kemarau,” jelas Wanda.
Ia menjelaskan jika Madden Julian Oscillation (MJO) saat ini telah meninggalkan benua maritim Indonesia yang berdampak pada pengurangan potensi hujan. Berdasarkan citra satelit OLR, penurunan curah hujan berpotensi pada 10-20 hari ke depan.
“Umumnya penurunan curah hujan linier dengan penurunan jumlah hari hujan (HH), berarti juga meningkatnya jumlah hari tanpa hujan (HTH),” ungkapnya.
Stasiun Klimatologis mengingatkan pemangku kepentingan untuk mengantisipasi penurunan curah hujan dan meningkatnya luasan hotspot. Menurut Wandayantolis, secara empiris jika HTH lebih dari tiga hari sudah dapat memicu kemunculan hotspot.
“Jika HTH semakin panjang, maka hotspot dapat meluas menjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla),” ujarnya.
Menurutnya, meluasnya hotspot karhutla sudah tentu disertai kemunculan asap yang memberi dampak negatif pada banyak sektor kehidupan.